Ekonomi Bisnis

Rupiah KO ke Rp16.200, Sri Mulyani: Negara Tetangga Ada yang tersebut Lebih Parah

27
×

Rupiah KO ke Rp16.200, Sri Mulyani: Negara Tetangga Ada yang tersebut Lebih Parah

Sebarkan artikel ini
Rupiah KO ke Rp16.200, Sri Mulyani: Negara Tetangga Ada yang yang dimaksud Lebih Parah

JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengugkapkan penurunan dari nilai tukar rupiah muncul juga di seluruh nilai tukar dari berubah-ubah dunia. Hal itu lantaran indeks dolar mengalami penguatan di 4,5%. Artinya, mata uang lain mengalami koreksi, Tanah Air di hal ini depresiasi 5,7% secara ytd.

“Negara-negara sekitar kita kemudian pada emerging country G20 ada ke situasi mirip, ada yang digunakan lebih banyak parah tergantung dari pondasi lalu kondisi sektor ekonomi masing-masing,” ujar Menkeu di konferensi pers APBN KITA Edisi April 2024, hari terakhir pekan (26/4/2024).

Secara rinci, Menkeu menjelaskan mata uang lain yang digunakan depresiasi seperti Baht Thailand yang digunakan mengalami koreksi 8,56%, Won Korea Selatan koreksi pada 6,31% dan juga Turki mengalami penurunan 10,4%, dan juga Brazil di 5,06%, Vietnam 4,7%, Afrika Selatan 4,7%, Filipina 3,9%.

“Jadi pergerakan nilai tukar ini dirasakan kemudian dibahas ke pada meeting kemarin, kecenderungan terjadinya capital outflow, koreksi nilai tukar, biaya saham, lalu yield dari surat berharga menjadi fokus dari pembahasan menteri keuangan lalu gubernur bank sentral di G20 maupun pertandingan IMF minggu lalu,” jelasnya.

Menurut Sri Mulyani, per individu negara harus mulai melakukan adjustment dengan dinamika market yang mana cukup tinggi. “Semua cenderung hati-hati, semua cenderung untuk memitigasi risiko dari pergerakan global tersebut,” katanya.

Secara rinci, indeks dolar Negeri Paman Sam menguat, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sejak awal tahun ke 5,37% secara ytd.
Hingga siang ini, nilai tukar rupiah melakukan pergerakan ke Rp16.210 per dolar AS. Rupiah hari ini dibuka pada level Rp16.205.

Artikel ini disadur dari Rupiah KO ke Rp16.200, Sri Mulyani: Negara Tetangga Ada yang Lebih Parah