Berita

Roy Suryo Prihatin Para Pakar Komunikasi Bungkam di dalam Tengah Polemik RUU Penyiaran

28
×

Roy Suryo Prihatin Para Pakar Komunikasi Bungkam di dalam Tengah Polemik RUU Penyiaran

Sebarkan artikel ini
Roy Suryo Prihatin Para Pakar Komunikasi Bungkam di pada Tengah Polemik RUU Penyiaran

JAKARTA – Pakar Telematika serta Multimedia, Roy Suryo mengaku prihatin mengamati para pakar telekomunikasi yang tersebut seolah bungkam seribu bahasa dalam sedang polemikRancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang digunakan dihasilkan Baleg DPR. Padahal, demokrasi Negara Indonesia berada dalam sampai ke titik nadir.

“Saya sekali lagi juga prihatin, ke mana pakar-pakar komunikasi sekarang ini? Mengapa mereka itu mirip-mirip Pakar IT yang digunakan ‘bungkam seribu bahasa’. Jangan sampai warga suudzon dengan mengamati kondisi bisunya merek juga menduga-menduga ada hal yang tersebut negatif. Bangsa ini lagi jeblok indeks demokrasinya sampai ke titik nadir, kalau media juga sudah ada dibungkam untuk tidaklah lagi mampu menayangkan jurnalisme investigatif, mau dibawa ke mana Nusantara (C)emas 2045,” ujar Roy di keterangannya, Rabu (15/5/2024).

Lantas, ia menyampaikan bahwa RUU Penyiaran mencuat dan juga berubah jadi kontroversial untuk beberapa aturan disebut sudah pernah membatasi bahkan melarang jenis jurnalisme investigatif.

Padahal, menurutnya pembuatan RUU adalah untuk antisipasi terhadap munculnya teknologi baru yang belum diatur oleh UU sebelumnya. Misalnya terkait dengan penyiaran digital, khususnya layanan OTT (Over The Top), UGC (User Generated Content), bahkan Teknologi AI (Artificial Intelligence) yang mana saat ini mulai marak.

“Namun kalau dibuat justru untuk menghambat hidup media yang digunakan sudah ada berjalan benar sebagai “The fourth pillar of democrazy” bersanding dengan kekuatan eksekutif, legislatif, kemudian yudikatif, hal yang disebutkan berubah menjadi salah dan juga patut disangsikan ada apa di baliknya,” tandasnya.

Dia menafsirkan kalaupun revisi harus direalisasikan dikarenakan adanya inovasi bentuk atau lembaga penyiaran, misalnya Penggabungan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI serta TVRI (menjadi RTRI) pada Pasal 15A (1).

Namun terkait dengan jurnalistik investigasi, mendadak RUU ini memuat Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) yang dimaksud melarang media menayangkan siaran ekslusif jurnalistik investigasi. Tak hanya saja itu, RUU ini juga disisipkan Pasal 42 ayat (2) yang mana mengatur masalah penyelesaian sengketa pers dalam Komisi Penyiaran Indonesi (KPI). Hal ini jelas tumpang tindih dengan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang digunakan menyampaikan bahwa sengketa pers seharusnya diselesaikan oleh Dewan Pers.

Adapun beliau merinci secara lebih lanjut pasal-pasal RUU Penyiaran (berdasar bukti versi 27/03/2024) yang mana kontroversial yaitu sebagai berikut:

1. Pasal 42 ayat (2) (tumpang tindih dengan UU Pers No 40/1999) sebab ke RUU ini berbunyi “Penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik Penyiaran dilaksanakan oleh KPI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Artikel ini disadur dari Roy Suryo Prihatin Para Pakar Komunikasi Bungkam di Tengah Polemik RUU Penyiaran